Video: Surat Cinta Kepada Sang Prada (Love Letter to a Soldier).

Implementing Organisation: EngageMedia

Project/Video details
Surat Cinta kepada Sang Prada adalah video 7 menit yang menceritakan kisah Maria ‘Eti’ Goreti, yang di tahun 2008, saat masih duduk di bangku sekolah bertemu dengan Samsul Bacharudin, seorang anggota TNI dari Jawa yang sedang bertugas di desa Bupul, di daerah dekat perbatasan Indonesia-Papua Nugini. Samsul meninggalkan Bupul saat Eti mengandun anak mereka 5 bulan dan Samsul berjanji akan kembali; namun kemudian Eti tidak pernah mendengar kabar dari sang Prada lagi, bahkan saat anak perempuan mereka lahir, Yani. Video ini dibuat oleh Wenda, seorang aktivis Papua yang saat itu baru memulai membuat.


Video Surat Cinta kepada Sang Prada merupakan satu dari empat puluh video yang tergabung dalam Papuan Voices, yang diprakarsai EngageMedia dan bekerjasama dengan Justice, Peace and Integrity of Creation. Papuan Voices adalah sebuah inisiatif video untuk perubahan yang bekerja bersama aktivis-aktivis Papua selama satu tahun, sejak 2011, mendukung mereka untuk secara lebih efektif menceritakan kisah-kisah mereka ke dunia luar dalam rangka meningkatkan kesadaran akan kenyataan yang terjadi di Papua yang telah mengalami kekerasan selama puluhan tahun.

 

Saat “Surat Cinta” direkam, diberi narasi, disunting dan diunggah ke situs EngageMedia.org pada akhir tahun 2011, EngageMedia telah mengintegrasikan sistem alih bahasa sumber bebas di situs mereka. ‘Surat Cinta’ menjadi video yang paling banyak dialihbahasakan di situs EngageMedia.org dan saat ini mencapai sembilan bahasa (Inggris, Indonesia, Prancis, Portugis, Tagalog, Tetun, Thai, Melayu, dan Rusia).

 

Film ini sendiri dimasukkan di situs Papuan Voices dan publikasinya juga disertai sebuah “Panduan Belajar” yang meringkas isi video dan sejumlah pertanyaan bagi para penonton. Video ini telah dipertontonkan di seluruh dunia, termasuk di kalangan komunitas masyarakat asli di Amerika dan Bolivia dan di sejumlah festival film. Video ini juga memenangkan penghargaan Festival Film Dokumenter South to South di Jakarta, beserta uang tunai 7 juta rupiah.


Indikator dampak: Apa yang bisa kita lihat dari contoh-contoh ini adalah dampak dari video dapat terjadi di sejumlah tingkat dalam waktu berbarengan.


Perubahan/dampak di tingkat personal: Subyek dalam film ini, Eti melaporkan kepada pembuat film bahwa video ini membantunya dalam hal anggota komunitasnya lebih mengerti keadaanya dan memunculkan pemahaman dan empati dari komunitasnya. Eti juga diberikan setengah dari uang penghargaan film yang di dapatnya untuk mendukung keluarganya.


Perubahan/dampak di tingkat komunitas: Setengah dari uang penghargaan dipakai untuk memulai usaha koperasi dimana Eti juga menjadi anggotanya: Koperasi ini mengunakan uang tersebut untuk membantu warga komunitas memulai usaha obat-obatan lokal. Dampak perubahan sikap yang terjadi terhadap Eti sebagai ibu tunggal yang pernah memiliki hubungan pribadi dengan anggota tentara jauh lebih sulit untuk diukur di tingkat komunitas. Perubahan ini tidak hanya terjadi karena adanya film; tetapi juga karena diskusi dan perbicangan yang didorong berkat adanya film itu. Ini semua telah dilaporkan oleh pembuatan film tetapi lebih sulit untuk ditelusuri dan diukur.


Perubahan/dampak terhadap pembuat film (proses): pembuat film belajar ketrampilan baru, melakukan perjalanan ke berbagai pertujukkan dan festival film, memenangkan penghargaan: Kesuksesan ini didukung oleh peningkatan kepercayaan diri dan profilnya sendiri sebagai aktivis dan pembuat film.


Perubahan/dampak terhadap isu melalui aktivitas-aktivitas organisasi lain (hak-hak perempuan dan HAM): Video digunakan oleh berbagai organisasi perempuan untuk membincangkan masalah-masalah yang terkait dengan hak-hak perempuan (di Indonesia dan Papua). Organisasi Papua yang memfokuskan diri pada isu hak asasi manusia menggunakan video ini dalam berbagai ragam konteks untuk membincangkan pelanggaran HAM dan hak-hal lain di Papua. Dan dalam satu kesempatan video ini diputar dalam forum Tinjauan Universal Periodik mengenai hak asasi manusia di Papua di PBB. Sekali lagi, dampak berbagai penggunaan ini sangat sulit untuk diukur dan berakhir hanya sebagai laporan saja.


Perubahan/dampak bentuk peningkatan kesadaran/daya jangkau atau memperkeras suara tuntutan ke tingkat internasional: Penonton online (yang telah mencapai ribuan orang) belumlah masuk dalam rancangan EngageMedia; sukses yang lebih besar dicapai dipenayangan regional video-video dari proyek ini (sejauh ini sudah berhasil diputar di 30 pemutaran, termasuk lawatan ke Australian di bulan Mei 2013. Video juga berguna untuk organisasi lokal dan regional yang telah menggunakannya sebagai alat untuk diskusi dan pembelajaran. Bagaimanapun, hingga saat ini belum ada usaha yang dilakukan untuk mengukur reaksi dan respon para penontonnya. Fakta bahwa film ini telah dialihbahasakan melalui EngageMedia.org ke dalam sembilan bahasa juga sangat penting karena hal itu meningkatkan kemampuan film untuk digunakan di berbagai negeri dan konteks.

Bagaimana dampak diukur?
Tidak terdapat metodologi atau model khusus untuk mengukur dampak. Proyek Papuan Voices sendiri memiliki halaman wiki dan segala pencapaiannya didokumentasikan di dalam wiki ini untuk penggunaan selanjutnya. Penerjemahan dan penonton dari sisi online terus dimonitor dan didiskusikan secara internal. Informasi ini kemudian digunakan di dalam laporan yang disampaikan ke pihak penyandang dana saat tiba waktunya untuk menuliskan laporan mengenai proyek ini. Bagaimanapun, tidak terdapat tempat untuk merefleksikan dampak-dampak ini atau juga menganalisanya.

Apa yang bisa kita pelajari?
What’s useful about this case study is that we can see real diversity in terms of the range of impacts (at individual, community, process and outreach levels); but also we can see the challenge in making these impacts count and rendering them visible. For example, the fact that some women’s organizations were able to use the film to talk about the way soldiers are treating women and to talk about the hardships experienced by women is very important. But should EngageMedia spend lots of time calling and asking organizations if they’ve used the film in order to capture this impact? Would this be worthwhile given the organization’s limited resources? The same perhaps can be said for measuring impact on the subject of the film. The fact that Eti’s life improved in some tangible ways matters too.  Should EngageMedia therefore set a time when they go back and visit the subject of videos to discuss impact with them? Certainly it should be important in a human rights context to know that harm was not done to those who appeared in the film to tell their story.

 

Apa yang berguna di dalam studi kasus ini adalah kita bisa melihat beragamnya bentuk dan luasnya dampak (di tingkat individu, komunitas, tingkat proses dan daya jangkau); tetapi juga kita bisa melihat tantangannya saat mencoba untuk mengukur dampak dan mencoba membuatnya lebih terlihat. Sebagai contoh, fakta bahwa sejumlah organisasi perempuan dapat menggunakan film ini untuk membicarakan kasus-kasus penelantaran perempuan oleh anggota TNI dan membicarakan soal kesulitan hidup yang dialami oleh kaum perempuan adalah sangat penting. Namun untuk memahami dampak ini, apakah EngageMedia mesti banyak menggunakan waktu bertanya kepada organisasi-organisasi ini soal apakah mereka telah menggunakan video ini? Apakah ini akan cukup berharga mengingat sumberdaya yang terbatas? Hal yang sama mungkin juga bisa dikatakan untuk mengukur dampak terhadap si subyek dari film ini. Fakta bahwa hidup Eti sendiri cukup membaik dalam cara-cara yang bisa kelihatan juga penting. Mestikah karena hal itu EngageMedia memberikan waktu saat mereka kembali dan mengunjungi lagi si subyek untuk mendiskusikan dampak dari video ini? Tentu saja penting secara konteks hak asasi manusia untuk tahu bahwa tidak ada masalah yang menimpa mereka-mereka yang telah tampil dalam film dan menceritakan cerita mereka.

Saat ini dampak dari video telah didokumentasi secara informal dan dengan bermitra dengan organisasi yang terlibat dan terhubung dengan isu-isu HAM di Papua. membuat ini semua lebih mudah dicapai; Apakah hal ini merupakan hubungan yang dekat dan terus terjadi antara EngageMedia dan pembuat video dan mereka yang bekerja dalam tema-tema yang sama dengan video ini bisa dipakai sebagai penanda adanya suatu dampak? Hal ini bagaimanapun adalah soal pentingnya hubungan, soal jaringan, soal cara merancang sebuah proyek untuk memastikan mereka-mereka yang berada di jantung isu-isu ini terlibat.

Bagi Direktur Eksekutif EngageMedia, Andrew Lowenthal, adalah jelas bahwa ‘Surat Cinta kepada Sang Prada” memiliki dampak dan menyatakan bahwa sangatlah berguna untuk memiliki sebentuk kerangka kerja yang dapat membantu EngageMedia merefleksikan mengapa dan bagaimana-nya sehingga mereka bisa menggunakan pengetahuan ini untuk memperkaya proyek-proyek lain di masa depan. Mengukur dengan cukup tepat mengapa, dimana, dan bagaimana dampak itu terjadi meski tidak juga mudah: “Seluruh metodologi kami adalah apakah video dapat menjadi katalis bagi orang-orang untuk melakukan sesuatu hal yang biasanya tak mereka lakukan jika mereka tidak menonton atau membuat video …. Dalam kasus ini kita tahu bahwa dalam cara tertentu apa yang membuatnya berhasil sangat baik adalah kekuatan “memaksa” dari cerita yang ditonton dan cara hal itu diceritakan dan relevansi cerita dengan orang yang menonton.” Apakah penyebab dari dampak tersebut meluas ke proses dan cara proyek tersebut dirancang dan diimplementasi tetap kurang jelas: “Saya pikir kita perlu menanyakan kepada orang-orang yang telah menjalankan pelatihan dan mengimplementasikan proyek ini. Kami menyediakan sumber daya untuk membuat film ini, kami mendistribusikannya, kami memaketnya. Akan lebih baik jika kami mengetahui apa yang penting sebenarnya untuk mendesain dalam kerangka dampak sehingga kita dapat menggunakannya di proyek-proyek di masa depan”

________________________
Catatan: Studi kasus ini didasarkan pada informasi yang tersedia dari wawancara terhadap Andrew Lowenthal (12 April 2013) oleh Tanya Notley dan pada riset sebelumnya oleh Tanya Notley dan Alexandra Crosby untuk sebuah artikel: Notley, T., and Crosby, A. ‘Using video and online subtitling to communicate across languages from West Papua.’ Di dalam jurnal edisi khusus The Anthropology Journal of Australia (TAJA). Tanya Notley dan Jonathan Marshall (Eds). [Diterbitkan Januari 2014].